Dua "Garis Hijau" untuk "Jaga Jarak"
Apa sich sukarnya menjaga jarak di waktu epidemi ini? Tinggal bersin saja di ruangan publik, karena itu beberapa orang di kitaran tentu langsung menjaga jarak. Bersin itu nikmat serta gratis. Abote opo, jal.
Tetapi orang kita itu jenaka. Dilarang justru ngoyo, dilepaskan justru lemah. Jadi ingat susahnya keluarkan seekor babi dari kerangkeng: ditarik ekornya justru nyeruduk, didorong pantatnya justru mundur. Abdi kudu kumaha, cobian.
Walau sebenarnya orang Indonesia itu populer kreatif membuat titik tarik serta titik tolak. Contohnya, dahulu sewaktu sekolah SMA di Tanah Batak, Poltak tiap pagi naik oplet spesial pelajar ke sekolah. Kernetnya pintar. Beberapa pelajar putri dimintanya duduk pada tempat terdalam. Dengan demikian, beberapa pelajar putra automatis akan nyosor ke tanpa ada diminta, hingga muatan oplet dapat berlebihan.
Jika sikap duduk itu dibalik, pelajar putera terdalam, karena itu pelajar putri condong buat jarak dengan menarik diri ke belakang, atau menempatkan tas di sisinya, hingga muatan oplet tidak dapat diminta berlebihan.
Tetapi momen menjaga jarak yang sangat fantastis selama hidup Poltak bukan di oplet semacam itu. Tetapi di kelas sewaktu tempuh Sekolah Fundamen, Kelas 1, di Tanah Batak yang serupa.
Poltak punyai seorang rekan sekelas, namanya Domu, yang punyai daya tolak mengagumkan kuat. Semua murid lain dalam kelas, termasuk juga Poltak menampik duduk sebangku dengannya. Akhirnya, Dolok kuasai satu kursi untuk diri kita.
Tidak cuma murid sekelas yang jaga jarak pada Domu. Guru juga condong jaga jarak. Malah guru belum pernah minta Domu menjawab pertanyaan.
Hal paling akhir ini buat Poltak iri 1/2 mati. Karena Poltak miliki kebiasaan menjawab salah satu diantara setiap dua pertanyaan guru. Mengakibatkan tanpa hari pulang sekolah untuknya tanpa ada benjol jidat ditonjok guru.
Poltak punyai trauma hebat dalam bermasalah dengan Domu. Di hari pertama masuk sekolah, berlangsung perselisihan tempat duduk di antara Poltak serta Domu yang baru waktu itu dikenalnya.
Waktu mereka berdua bertemu dalam tengkar seru, mendadak Poltak lihat dua "garis hijau" keluar dari lubang hidung Domu yang kembang-kempot karena emosi. Waktu Domu teriak ngotot, dari pangkal dua "garis hijau" itu terkadang ada juga dua gelembung kecil.
Waktu interval bicara, dua gelembung kecil itu akan meletup bersamaan dua "garis hijau" barusan ditarik masuk di lubang hidung lagi. Demikian berlangsung berkali-kali semasa pertikaian. Dua "garis hijau" keluar-masuk, terkadang ditingkahi dua "gelembung kecil" yang gembung-mbledug.